Selasa, 29 Desember 2009

Membuka Kenangan Lewat Buku Lawas

"Rasanya seperti terbang ke masa lalu."

Suatu hari pada November, Safak Muhammad, penulis buku laris, antara lain Kaya tanpa Bekerja dan Cara Mudah Orang Gajian Menjadi Entrepreneur, ditelepon oleh seorang sopir angkutan umum yang menawarkan sebuah buku lawas karangan Jawaharlal Nehru terbitan 1950-an. "Buku itu ditawarkan Rp 100 ribu," ujar Safak. Saat itu dia menyatakan pikir-pikir dulu. Sepekan kemudian, Safak menelepon sopir tersebut dan menyatakan setuju atas tawaran itu. Sayang, buku itu telah menjadi abu, karena sudah dijadikan bahan perapian untuk menanak nasi oleh ibu si sopir. "Apa daya nasi sudah menjadi bubur. Sesal tiada guna," ujarnya.

Sejak kejadian itu, alumnus Magister Manajemen Institut Pertanian Bogor ini bertekad menyelamatkan buku-buku langka. Sebab, buku langka sangat bermanfaat bagi para kolektor ataupun peneliti, juga bagi mereka yang ingin kembali ke masa silam. Karena bisnisnya di penerbitan buku dan tidak ingin buku berharga menjadi abu lagi, sejak itu Safak pun bertekad melestarikan buku-buku yang nyaris punah. Maka, di pengujung 2006, muncul ide menghubungkan para kolektor buku langka dengan sebuah komunitas pencinta buku lawas. Tapi sayang, saat itu komunitas buku lawas belum ada.

Mei 2007, Safak kemudian membentuk komunitas Bukubagus dan membuat website: http://bukubagus.com. Dalam situs itu, anggota bisa bertukar info soal buku langka ataupun jual-beli buku secara maya. Setiap anggota dapat memasang iklan untuk buku langka yang akan dijualnya. "Saat ini jumlah anggotanya sekitar 400 orang," kata Safak. Dari jumlah itu, hanya 30-an orang yang aktif. Mereka rajin masuk mailing list dan memberikan informasi soal buku langka. Mereka berasal dari Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, hingga Kalimantan. Selama ini anggota komunitas bukubagus.com itu lebih banyak berinteraksi melalui dunia maya. "Kalau kopi darat, sampai sekarang belum pernah dilakukan," ucap pria pemilik sekitar 15 ribu buku lawas ini.

Menurut pemilik buku langka berjudul Kesultanan di Yogya (1839) yang ditulis dalam bahasa Belanda itu, prinsip komunitas ini adalah having fun and having fund. Selain motif sosial, ada motif ekonomi (jual-beli). Setiap anggota yang hendak menjual koleksinya, bisa beriklan di situs itu. Transaksi pun bisa dilakukan antarsesama anggota. Wawan, 53 tahun, anggota komunitas ini, merasakan prinsip komunitas ini. "Di komunitas ini, saya bisa membeli atau menjual buku dan terutama punya banyak teman," ujarnya. Mantan kartunis pada 1970-an yang memiliki sekitar 10 ribu buku lawas, terdiri atas tjersil (cerita silat), komik, buku lama, atau buku kuno, itu biasa menjual buku-bukunya lewat situs tersebut. Buku-buku itu dikumpulkan sejak dia kecil karena hobinya membaca. Buku cerita masa kecil sering menjadi kenangan banyak orang.

Termasuk Lili, 33 tahun, anggota lainnya. Ibu dua yang sejak kecil menggemari cerita Lima Sekawan karangan Enid Blyton itu mengaku senang begitu mendapatkan buku lawas yang diidam-idamkannya. "Rasanya seperti terbang ke masa lalu," ujar karyawan swasta ini. Menurut Lili, banyak sekali buku yang terbit di masa dia kecil, tapi saat ini sulit dicari. Kesulitan itu kini sirna setelah dia bergabung dengan komunitas Bukubagus. "Kini, mencari buku kenangan jadi lebih mudah, tinggal klik http://bukubagus.com," ujarnya semringah. Itulah yang menjadi mimpi Safak. Dapat menghubungkan kolektor dengan pencinta buku lawas. Tak hanya itu, terjalin pula pertemanan yang cukup kuat di antara sesama anggota. Apabila ada anggota komunitas yang mencari buku lawas, anggota lainnya bisa saling mencarikan. Dengan kondisi seperti itu, pertemanan di komunitas ini semakin kuat. Untuk mempererat pertemanan tersebut, Desember atau Januari 2008, Safak berencana membuat jumpa darat komunitas Bukubagus. "Saya inginnya setiap enam bulan sekali ada jumpa darat," katanya.MUHAMMAD NUR ROCHMI

Berburu Buku Langka

Berburu buku langka susah-susah gampang. Menurut Wawan, anggota komunitas Bukubagus, tukang loak saja kadang tidak tahu bahwa buku yang dijualnya termasuk kategori langka. Maka mereka menjualnya dengan harga murah. Padahal, kalau sudah di tangan kolektor dan hendak dijual lagi ke kolektor lain, harganya bisa tinggi. Untuk memburu buku langka, Wawan pun berbagi tip.

Pertama, rajinlah menyambangi tukang buku loak. Biasanya di kios buku loak banyak buku bekas karena di sana sering ditemukan buku langka. "Sejak 1990-an sering menyambangi tukang loak buku di Senen dan Jatinegara," ujarnya.

Kedua, jalinlah hubungan dekat dengan para tukang loak buku, terutama agar jika habis kulak buku loak, dia bisa segera mengabari kita. "Agar buku yang kita buru tidak jatuh ke tangan orang lain," kata Wawan.

Terakhir, pastikan tukang buku loak itu memahami soal judul, tema, atau pengarang buku yang masuk kategori langka. Pasalnya, jika penjual tidak paham, buku itu bisa digunakan untuk yang lain, misalnya untuk bahan perapian. Risikonya memang harga belinya jadi naik. "Tapi itu lebih baik daripada hangus jadi abu," ujar Wawan. Menurut Safak Muhammad, penulis buku laris, ada tiga kategori buku langka: pertama, buku baru, jika jumlahnya terbatas; kedua, buku terbitan lama tapi tidak diproduksi lagi; dan ketiga, buku yang menjadi favorit di masa penerbitannya. MUHAMMAD NUR ROCHMI

Sumber: Koran Tempo, 1 Desember 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Link

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...