Jumat, 15 Januari 2010

Boneka Naik Sepeda

Sudah Terjual

Sudah Terjual


Daniel Tertarik Antik

Koleksi termahal yang pernah dibelinya adalah 'kapstok' seharga Rp 300 ribu.

Awalnya, hobi Daniel Supriyono mulanya cuma memotret. Kesukaan Daniel lainnya adalah mengumpulkan mainan anak tradisional. Maka, Daniel memotret semua mainan tradisional yang dimilikinya. Seandainya suatu saat mainan anak-anak masa lalu itu benar-benar hilang, Daniel punya dokumentasinya.

Sejak tahun 1994 Daniel rajin membeli mainan tradisional. Kegemaran Daniel masih sebatas mainan zaman baheula yang biasa dimainkannya waktu kanak-kanak dulu di Kudus, Jawa Tengah.

Profesi Daniel sebagai pewarta foto tabloid Nova memang memudahkan kegemarannya mengoleksi mainan tradisional. Pekerjaan yang membawanya melanglang Indonesia mengakibatkan koleksinya terus bertambah. ''Mulailah saya membeli apa saja yang menarik,'' kata pria berusia 38 tahun itu.

Koleksinya pun kian bervariasi. Sebut saja macam korek bensin berkapuk, gilingan kopi yang tercerai berai bagiannya dari pasar di kampung halamannya, toples kuno, piring kaleng bermotif bunga, rantang kaleng hijau beraksen putih bermotif marmer, ceret khas angkringan Yogyakarta, weker antik, piring kuno, lampu teplok, sampai gelas belimbing.

Gelas belimbing itu dibeli Daniel saat makan di sebuah warung di Yogyakarta. Kepada pemilik warung Daniel langsung menyatakan ketertarikannya. Dengan harga Rp 30 ribu, dibelinya enam gelas belimbing tanpa motif. ''Yang punya warung juga bingung, kali pikirnya ngapain beli gelas bekas,'' ujarnya.

Di Pasar Kudus, Daniel juga pernah membeli gelas antik bermotif bunga warna merah dan kuning. Uniknya, meski lawas, satu set gelas berisi enam buah itu masih tersimpan rapi dalam kardus. Gelas-gelas pun berpindah tangan dengan harga Rp 20 ribu saja. Lima toples antik dari kaca bening juga dibeli Daniel dari tetangganya di Kudus, yang ia kenang dulu cukup makmur, seharga Rp 100 ribu. ''Waktu SD, sekitar tahun 1976-lah, saya suka lihat toples itu dipakai buat wadah kopi atau makanan,'' katanya.

Tidak mahal
Untuk berburu koleksi antik. Daniel menyambangi berbagai tempat. Selain pasar tradisional, Daniel mendatangi toko kelontong dan toko tua. Karena tidak mengkhususkan mengoleksi satu macam barang, mata pemenang penghargaan bagi fotografer dari Asia Pasific Culture Center for Unesco 1998 itu dibiarkan liar menjelajahi seisi tempat. Syaratnya cuma satu: Tidak mahal. Dari seluruh koleksinya, benda antik termahal yang pernah dibelinya seharga Rp 300 ribu, yaitu sebuah kapstok --gantungan dengan hiasan kaca-- yang kini dipajangnya di ruang tamu kediamannya di Ciledug, Tangerang. Sementara koleksi terbanyaknya adalah aneka rupa mainan tradisional. Koleksi satu itu dicari Daniel di seluruh pelosok Tanah Air. Sebagian besar koleksinya berasal dari pulau Jawa.

Putra Daniel, Lintang Wengi Sasiramadhan (4 tahun), pun mahir memainkan hampir semua mainan tradisional koleksi ayahnya. Kitiran, otok-otok, etek-etek, pluit bambu, gasing, udang-udangan, ketapel, bekel, kembang kertas hanya sebagian dari koleksi mainan tradisional yang disukai Lintang. Sampai mainan barongan, kepala reog mini tanpa ornamen merak yang dibuat dari kayu randu dan dimainkan dengan diletakkan ke wajah, pun dikenal Lintang. Koleksi antik Daniel yang lain tak kalah menarik. ''Mengumpulkan merek jadul,'' katanya. Kegemaran yang ini datang dari kebiasaan Daniel mencicipi makanan lokal daerah yang dikunjunginya.

Menurut bapak satu anak itu, kuliner Indonesia yang beragam disuguhkan dalam bungkus yang tak kalah menarik. Nah, bungkusan dengan merek dagang tradisional khas industri rumahan itu yang diincar Daniel. Tujuannya tentu untuk dipotret. Saat ini koleksi foto mereknya sudah mencapai ratusan. Karena sebagian koleksi merek tersebut berasal dari produk makanan, maka Daniel tidak lagi menyimpan bungkusan antiknya. Beberapa koleksi yang tersisa di rumahnya hanya bungkus-bungkus rokok kampung yang belum dibuka. Bungkus teh, kecap, serta terasi terpaksa dibuang. Selain telah kedaluwarsa Daniel mengaku tidak memiliki tempat untuk menyimpannya. ''Yang seru itu memang berburunya,'' ucap dia.

Foto Berbentuk Hati

Bagi Daniel, tidak ada barang antik yang tidak menarik. Belum lama ini ketika mengunjungi pasar loak Astana Anyar di Bandung, Jawa Barat, Daniel menemukan album foto tua.

Di trotoar dalam tumpukan komponen suku cadang mobil dan motor bekas album itu tercampur. Penjualnya saja tidak menyangka ada yang mau membeli album foto lawas bersampul kertas karton tebal yang sudah kusam serta penuh bercak air.

Sampul album berwarna merah itu tampak sudah terlepas dari kertas karton yang mendasarinya. Warna merah hanya tersisa pada bagian belakang sampul.

Dari harga awal Rp 80 ribu yang ditawarkan penjual, Daniel membawanya pulang dengan separuh harga. Meski seluruh foto masih terlihat jelas, beberapa kertas hitam tempat foto tertempel sudah terkoyak dari albumnya. Pria berzodiak Sagitarius itu mengira pemilik album foto tersebut adalah keluarga yang berkecukupan. ''Keluarganya juga seperti keluarga besar,'' kata Daniel.

Tidak ada penjelasan mengenai siapa pemilik album yang seluruh fotonya hitam putih. Foto seorang pria mengenakan dasi kupu-kupu dan berkemeja putih menjadi pembuka album. Mungkin ia adalah sang kepala keluarga. Rangkaian foto yang sebagian berbingkai gerigi, khas foto lawas, diambil pada tahun 1949 sampai 1952. Meski tanpa penjelasan tentang pemiliknya, sejumlah foto diberi keterangan tempat dan waktu. Seperti kunjungan ke Planetarium Boscha. Sebagian keterangan tampaknya dibuat saat keluarga tersebut pelesir.

Penyusun foto dalam album agaknya cukup romantis. Foto sepasang pemuda dan pemudi digunting dalam bentuk hati. Ada foto lain yang digunting hati dalam album yang setiap halamannya dilapisi kertas pemisah tipis, seperti kertas minyak.

Setelah rampung memotret beberapa foto dalam album itu Daniel berencana memasukkan foto-foto itu dalam blog miliknya. ''Kalau ada yang merasa mengenal orang-orang dalam foto itu, saya dengan senang hati memberikan albumnya,'' tutur Daniel.

Mencari Mainan Kembang Tebu

Batangan kembang tebu itu dipotong. Setelah ujungnya sama rata, deretan batang kembang tebu disusun merata menyerupai papan. Batang yang berongga itu lalu ditusuk. Semua terangkai jadi satu.

Papan batang kembang tebu kemudian ditekuk-tekuk. Jadilah, rangka badan mobil. Berikutnya hal serupa dilakukan pada papan batang kembang tebu. Namun, tekukan dan ukurannya berbeda. Yang mau dibuat adalah atap mobil. Satu per satu papan kembang tebu dirakit hingga berbentuk mobil. Setelah diberi roda dari kayu yang dibubut, mobil mini itu dipernis.

Daniel agaknya tak pernah lupa dengan mobil-mobilan dari kembang tebu yang pernah dimainkannya dulu. Sebagai daerah produsen gula, Kudus --tempat ia menghabiskan masa kecil-- dipenuhi tanaman tebu. Kondisi ini sampai sekarang masih tetap sama. Maka, Daniel mengerahkan keluarga serta tetangganya untuk mencari tahu apakah masih ada perajin mainan dari kembang tebu. Tapi, ''Belum dapat,'' katanya. ''Sejauh ini saya sudah lama tidak pernah melihat lagi mainan itu.''

Seingat Daniel, perajin kembang tebu yang kreatif bisa menjadikan mobil mininya sangat hidup. Maksudnya, tidak hanya bisa ditarik-tarik, tapi seluruh bagian mobil bisa dibuat selayaknya mobil benaran. Pintu, bagasi, serta kap mobil kembang tebu dapat dibuka. Bentuk lain seperti truk dan bus pun pernah dilihatnya.

Dalam penelusurannya, banyak perajin mainan kembang tebu yang pindah ke kota lain atau malah telah mangkat. Sebenarnya, keluarga Daniel di Kudus menemukan orang yang diketahui bisa merakit kembang tebu jadi mainan. Waktu kanak-kanak dulu Daniel mengenang orang itu sebagai salah satu perajin yang dikenal di Kudus.

Sayangnya, perajin yang sudah berumur itu tidak bisa lagi membuat mainan dari kembang tebu. ''Bukan karena tuanya, tapi karena ia stres,'' ucap Daniel. Harapan Daniel untuk memperoleh kembali kebahagiaan masa kecilnya masih tinggi. Kepada pembaca Republika, Daniel menitipkan pesan. Dia berharap dikabari seandainya ada yang mengetahui perajin mainan kembang tebu. Ada yang bisa membantu Daniel?

Intermeso
Itik, Otok, Etek

* Pameran
Hobi Daniel mengoleksi mainan tradisional membuatnya diajak menjadi peserta Kenduri Kuliner Nusantara November lalu. Sejak saat itu Daniel sudah beberapa kali diundang mengisi gerai dengan beragam mainan antiknya.

* Minat tinggi
Di luar dugaan Daniel, ternyata minat masyarakat cukup tinggi terhadap mainan tradisional. Setiap pameran, menurutnya, gerainya kerap dipenuhi pengunjung. Bahkan, beberapa pengunjung langsung meminta Daniel memasok mainan tradisional untuk dijadikan bingkisan pesta ulang tahun anaknya.

* Perajin canggih
Seiring kemajuan zaman, Daniel mengaku dimudahkan. Setiap hendak berpameran, ia cukup menghubungi perajin mainan anak lewat telepon genggam mereka untuk minta dikirimkan mainannya. ''Untung mereka juga sudah canggih,'' katanya.

* Tips
Dari para perajin, Daniel juga bertanya tips seputar memainkan mainan tradisional. Dari perajin itik-itik, mainan dari kaleng bekas yang dibentuk hewan serta beroda dan dimainkan dengan menarik seutas tali di sela-sela roda agar ia bergerak berputar mengeluarkan suara itik.. itik.. itik.., Daniel diberitahu kalau tetesan minyak kelapa di sela roda memuluskan luncuran tali.

* Seperti suaranya
Mainan tradisional adalah mainan sederhana. Alhasil, nama yang diberikan untuk mainan tersebut datang dari suara atau bunyi yang ditimbulkannya. Seperti itik-itik, otok-otok, dan etek-etek.

* Blog
Blog Daniel ternyata menarik minat warga Johor, Malaysia. Daniel pernah dihubungi olehnya karena ia tertarik membeli seluruh koleksi korek bensin berkapuk milik Daniel. Tawaran tersebut terpaksa ditolaknya. Alasannya, Daniel sayang melepas koleksi korek apinya. Lewat blog-nya, Daniel juga tanpa disengaja menjalin pertemanan dengan beragam kolektor antik lain.

* Jawa Tengah
Di Jawa Tengah, Daniel paling banyak mendapatkan koleksi pernik antik serta mainan tradisional. Seperti Semarang, Salatiga, Ambarawa, Kudus, Yogyakarta, Solo, dan Purwokerto. Di Jawa Barat, koleksinya diperoleh dari Bogor serta Bandung. Sisanya, dari perburuan Daniel di Bali, Sumatra, dan Kalimantan. Sedangkan koleksi mereknya diperoleh dari Pacitan, Surabaya, Kudus, Semarang, Purwokerto, Solo, Cilacap, Bandung, dan Medan.

* Rokok kampung
Beberapa rokok kampung koleksi Daniel tersimpan rapi dalam kaleng kerupuk kecil warna-warni yang diletakkannya di ruang tamu. Merek rokok tersebut di antaranya Rindang, Panglima, Bima, Macho, Mega, Parade Bintang, Djeruk, Molle, dan Arum Manis. Belum ada satu pun dari rokok itu yang dibuka.

* Lintang
Berhubung sang istri tidak terlalu menyukai pernak-pernik antik, barang-barang koleksi Daniel disimpan dalam kardus. Alasan lainnya juga supaya terhindar dari tangan jahil putra semata wayangnya, Lintang. Maklum, kata Daniel, anaknya memiliki rasa penasaran tinggi. ''Semua dijamahnya untuk dikutak-katik.''
(ind )

Dari : infoanda.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Link

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...